MAN 1 KASIPUTE, KAB BOMBANA, KENDARI, PROPINSI SULAWESI TENGGARA
Tertanggal 29 april 2010
(Sebelum melangkah lebih jauh, kalo ada yang Tanya; mang boleh ada judul seperti itu? Kalo ada yang menjawab: tidak sesuai dengan kaidah penulisan. Maka; he he he he, terserah penulis donk, this is my private world. HE HE HE HE!!!!)
Tepat setelah jalan kehutan2an q lewati (kehutan2an ---> baca dengan petunjuk bahwa kemerah2an mempunyai arti agak merah, he he he), ‘it was out of my thought”. Kalimat itu tepat mengisi rasaku begitu melihat dan mulai memasuki tempat tugasku sebagai seorang guru.
Pematang sawah yang luas menghampar. Terlihat belum ditanami, masih Nampak genangan air dipetak-petaknya. Jauh dipojok sawah itu kulihat 2 bangunan yang bisa kutebak kalau itu adalah sekolah tempatku menyiram ilmuku; MAN 1 KASIPUTE. Tidak ada lagi bangunan lain, jadi dari jauh bisa langsung ditebak. Masih dari tempatku berpijak (dari tadi ku statis, yah takjub, yah heran, yah sedih juga) ada gunung-gunung, tidak ada rumah penduduk, tidak ada kabel-kabel di bagian langit (phuh, kayaknya harus elus dada (sabar ko de), tidak ada listrik di sekolah itu, satu kesimpulan dari sekian banyak yang kuyakin nantinya akan muncul, tentu saja hotspot is impossible to be there, akhirnya nothing is impossible terpatahkan dengan penemuanku, hua ha ha ha ha, hem; he he).
Tapi, dengan semangat ’45 sambil menenteng map berisi nota tugasku aku terus melangkah, “ini tugas ibu pertiwi, jadi lanjutkan!!!!. cie….cie ….cie…… bagaimanapun pemandangannya indah bahkan tak ada duanya mungkin….batinku mengompori.
“my goodness”, kedua kalinya aku masih harus mencampur aduk rasaku. Jalan pematangnya imut gitu key yang mau jalan (he he he). Terus berlumpur pula (tidak mirip ma yang jalan mulus getoh, he he he)…. Kanan kiri air dipetakan sawah. Aku mencoba tiga langkah kakiku….ough……ingin mundur rasanya, aku seperti tidak bisa berada pada titik kesetimbangan, mungkin coz dis is my first time. Aku diam, berhenti dan berdoa seraya berkali terucap basmallah dari lisanku. Aku mencoba tenang, hilang 1 % saja keseimbangan maka I would fall down into it. Ough jangan sampai….. aku berjalan, memberanikan diri, sepatu baruku,,,,,, it was full of mud. Detik itu aku bertekad bulat membeli sepatu baru anti air, HARUS!!!)
Inilah awal dari semuanya, awal dari semua rasaku yang tiba-tiba, “oh, jadi begini rasa seorang guru”. Buat semua guru-guruku, yang pernah mengisi otak, jiwa, dan semuaku….. “TERIMAKASIH”
Dua bulan sudah aku mengabdikan diriku disini (tanpa gaji, belum ada sk, kami juga maklum yang lulus vertical agak lama terima sk, teman yang lulus di pemda dah mau prajab, kita???????,, baru bayang-bayang sk, itupun entah kapan yah?)
Minggu lalu 23 april aku masuk mengajar dikelas 1. Entah kenapa tidak seperti hari-hari sebelumnya, aku ingin sekali memandang sawah dari jendela kelas. Aku melangkah menuju jendela, tiba-tiba, kalimat istighfar keluar begitu dengan gerakan mundur yang kuambil. Kontan siswa-siswaku; “kenapa buguru?”. Aku diam, beberapa dari mereka, “bu ular?”. Aku hanya menunjuk muridku yang lelaki (3 orang laki-laki saja yang hadir dari kalangan adam hari itu) aku menunjuk seraya (wuik, seraya pa!) berkata, “diusir saja yah”.
Salah seorang mendekati jendela, yang lain menyuruh mengambil kayu yang kebetulan banyak disediakan alam sekolah kami. Murid yang wanita tidak henti-hentinya berteriak, aku menenangkan mereka, aku keluar pintu, beberapa murid wanita mengikuti. Murid lelakiku yang tiga orang tadi bergotong royong mengusir ular itu, sepertinya anak ular sawah, warnanya coklat, mereka mendorongnya dari jendela ke luar. Alhamdulillah berhasil, tidak ada korban (he he he). Dalam batin aku menggeleng, kemarin-kemarin ada sarang burung dipojok kantor lengkap dengan burung-burungnya, terus rayap diatas tiang kantor sebesar bola kaki sarangnya, sekarang ular, besok2? Hem, lebih mengakrab dengan ALAM pokoknya.
Dua minggu lalu aku baru menyadari satu hal. Ketika pematang mulai kering, aku memberanikan diri untuk tidak focus ke jalan pematang, aku mulai mengangkat pandanganku memutar 180 derajat.
SUBHANALLOH, Masyaalloh. Indah sekali gunung2 itu, sawah yang mulai menghijau itu, luas sekali hijaunya, gunung-gunung itu juga hijau. Seakan ku baru saja menemukannya (waduwwww)….. aku baru sadar dia ada selama ini, aku baru sadar gunung-gunung itu dari dulu tegak tak berpindah melindungi sekolah kami dari polusi (wuik key ada saja, murni alam deh disini, mau cari CO2 gak dapat deh. GUARANTEED!!!!!!).
Oh yah alur acak nih, lupa menyebutkan kalo aku udah pake sepatu anti air loh kalo ke sekolah (cie…….) tetapi masih tetap ku pakai meski sawah tak lagi berlumpur. Soalnya jalan kehutan2nan masih ada beberapa medan yang becek (sepertinya airnya dari sawah) terus ada juga kali yang sumber airnya dari gunung, aku masih tetap harus memakai sepatu plastic di medan-medan tersebut itu, kalau sudah tiba disekolah kuganti dengan sepatu ngajar yang kutinggal dikantor.
Oh yah, aku ingin cerita lebih tentang murid-muridku (kok rasanya kurang koheren yah dengan judul dulu waktu writing tertinggi B doank, dosennya Pak Niko, ugh dijamin kuhanya bisa bermimpi dapat A, jadi yah gini deh supporting ideas nya jadi agak ENJEL; enda jelas getoh). Waktu hari pertama masuk kelas, setelah perkenalan dan bla bla bla bla. Aku pun bertanya tentang pelajaran mereka. “sudah sampai dimana belajar bahasa inggrisnya?” ucapku dengan senyum dan semangat. Mereka: belum belajar apa-apa bu. (udah tengah semester dua lho). Me: “kenapa?” mereka: tidak ada gurunya. what!!!!!!?????? T_T. aer mata hatiku turun deras. Me : SILENT MODE:ON. Tak sanggup merespon. Seandainya itu sebuah soal, maka aku yakin aku tidak pernah sanggup menjawabnya. Tapi aku masih harus tetap semangat, aku membangunnya dengan menanyakan kelas lain. Me: ” kalo kelas lain?” mereka: sama buguru”. Aduh, dengan harapan yang sudah minus aku mencoba berdiri tegar dengan bertanya keadaan semester sebelumnya. Harapannya sih jawabannya positif, biar bisa kubangun puing-puing kehidupanku (wkwkwkwkwk). Masih dengan senyum dipaksakan me: kalau semester satu?” mereka: “kita tidak belajar bahasa inggris bu” me: (inside) hua ha ha ha ha ha. Ada balsam gak? minyak angin? matras? mau pingsan rasanya, oleng.
Jadi ini tujuan kami diberi nota tugas. “tidak ada guru” dalam arti yang sebenarnya. Dulunya sempat kupikir pembahasaan itu hanyalah sebuah hiperbol. Ough……ini arti denotasi toh. Bahkan hari itu masih tertancap kuat diingatanku (aduh tertancap????), hanya aku satu2nya guru yang datang, bahkan kepsek juga g ada. Tanpa arahan dari siapapun ku menjadwalkan diri setelah kelas 1 ini, ku harus mengunjungi kelas 2, dan terakhir kelas 3. Beruntung hanya 1 kelas jumlah masing-masing tingkatan. Paling tidak biar anak-anak tidak rugi datang kesekolah, batinku.
Aku pura-pura tenang, kuat dan sebagainya saat dan setelah mendengar jawaban mereka. Aku akhirnya: “oh gitu ya?!!!! Ya gak apa2 kan sekarang sudah ada buguru jadi kalian harus bersemangat yah!!! Mereka: “iya buguru”.
Sementara dalam hati aku masih mencari-cari, memutar otak, berpikir, dan berbenah. Aku harus mengajar darimana? Dari A to Z?
Buku paket yang kuambil dari lemari tanpa kunci dikantor, keadaan terpaksa tidak kubuka.
Hari itu aku hanya bermain dengan mereka with English, sing an English song, dsb….
Kelas 2, banyak anak pindahan yang agak bandel, tidak masuk kelasku, mereka dikantin, merokok. Hem, aku bingung, kenapa teman2 kalian tidak masuk? Mereka: biasa mi bu, mereka begitu, pindahan dari sma dgn smk, tidak bisa dipanggil. Aku terdiam, pusing juga. Tapi kubiarkan dulu mereka. Aku belum siap mengurusnya hari ini. Sungguh!!!!
Setelah kelas 2 aku ke kelas tiga. Hem, aku menghitung menggunakan mataku, 1, 2, 3, ……9. Sembilan orang yang mengisi ruangan ini. “teman-temannya yang lain kemana?” mereka: tidak datang bu. Ow ow ow ow masalah keberapa ini? Aku agak shock sebenarnya. Ku coba tarik napas, tenang, ni bukan masalah berat, tenang, tenang, tidak ada masalah yang tidak bisa diatasi. (ujian dua bulan lagi; toh masih ada waktu, hua ha ha ha, tertawa derita ini namanya pa)
Hari pertama yang cukup memberiku pengajaran akan banyak hal.
Memasuki bulan kedua segalanya memang belum bisa terkontrol penuh. Paling tidak ada sedikit perubahan dari sikap murid-muridku, juga dari sisi perhatian mereka terhadap segala yang kuajar dan jumlah muridku yang hadir. Aku sedikit senang. Aku butuh sesuatu, fasilitas, tapi listrik?perpustakaan? nothing here. beberapa ternyata pintar. Semoga saja suatu hari akan ada orang baik yang membantu sekolah kami. Mereka tidak pernah membaca bukan “karena” “karena”, tetapi buku yang mau dibaca, perpustakaan yang mau dimasuki adalah “tidak ada”. Bahkan beberapa waktu lalu pernah ada yang membawa buku cerita bahasa inggris yang sudah agak lusuh, mungkin Cuma itu yang dia punya. Dia seolah mencoba memperlihatkanku bahwa dia tengah membaca buku cerita bahasa inggris. Dia tersenyum saat kudekati dan kulihat bukunya. aku sih mau nangis aja begini. Tapi dia semangat membukanya, jadi agak kuredam perasaanku.
Kulihat dibeberapa tempat dari buku itu coretan2nya mengartikan kata yang tidak diketahuinya. Tentu saja ditempat ini juga sekali lagi impossible untuk menerapkan extensive reading saat itu. Jadi biar banyak kata yang tidak diketahuinya, biar banyak tulisan arti kata dari tangannya, hanya itu yang bisa dibacanya, meski tidak suit her interest, hanya itu yang ada. Meski bukan within her level, hanya itu yang dia punya. Hiks hiks hiks. YA ALLOH …….
Yang masih membingungkan jujur nih, anak2 yang agak bandel itu, mereka bahkan malas masuk kelas kalo kuberhitung kasar jumlahnya sekitar 5 atau 7 orang atau mungkin bruto 10 (nantilah kutimbang kalo sempat). Butuh sekolah yang bertindak, tidak mempan kalo seorang guru baru seperti aku. Semoga akan ada jalan keluar yang lebih baik. Amiiin.
0 Comments