Bertugas Dengan Cinta Penuh pada Bumi Pertiwi
Tulisan ini saya buat agak serius sedikit (hem, seperti biasa, judulnya belum pi ada, ntar pas posting baru judulnya dibuat..he he). Hem dari tulisan ini saya yang merupakan pengguna otak kiri (hem..pengguna? kumat bahasa yang tidak jelas lagi) menentang beberapa ciri otak kiri; sistematis, linear, dan tahap demi tahap. (ingat kan Roger Sperry, 1960 ttg perbedaan teori fungsi otak kanan n kiri yang dalam bhs inggris disebut right and left hemisphere, seingatku dulu gitu waktu kuliah). sebagai pembelaan jelas sekali bahwa keduanya digunakan dengan porsi yang berbeda. jadi tidak melulu otak kiri (membuat pernyataan, membantah dan menjawab sendiri). Ciri orang kurang kerjaan ya gini ini. he he he. back 2 de earlier sentence related to left hemisphere; Mw tulisan i2 judulnya dulu baru isinya supaya terkesan manut terhadap ciri otak kiri. Eh, ini datang-datang tidak ada angin tidak ada hujan langsung buat isi baru menyusul judulnya. Hem…. Tidak ada betul ketaatannya terhadap prosedur kerja otak. Nda pengertian sekali deh. He he he….
Mari Ke pokok persoalan langsung...he he
Beberapa orang tua sering kecewa tanpa harus bisa berbuat banyak terhadap Negara ini. Beberapa dari mereka adalah guru yang saya ketahui amat sangat menekuni tugas dan pengabdiannya sebagai guru dengan baik dan amat sangat memperhatikan kemajuan bangsa dan anak didik.
Dari satu sudut pandang …..
Sebagian kecil dari mereka menolak menjadi kepala sekolah. Kenapa tidak mau jadi kepala sekolah? Pertanyaan itu masih saya ingat dijawab bapakku dengan: kepala sekolah itu berat tanggung jawab nya. Membina guru-guru termasuk didalamnya. Saya tidak mau pusing dengan itu. Cukup saya jadi guru biasa saja. Supaya saya bisa ibadah dengan baik. Saya sudah tua. Tidak mau cape2 mengejar dunia ini.
Hem,,, itu bapakku. Sama seperti ketika menjelang remaja kami bertanya. “Opa,,, kenapa kita tidak bangun rumah kah (maksudnya rumah batu, red)?” Bapakku (sambil tersenyum): “rumah itu tidak di bawa di kubur nak. Rumah ini sudah mencukupi untuk ditinggali. Bla bla …. Sambil membacakan kami keterangan Qur’an atau Hadits……“. Kami anaknya hanya membenarkan dalam hati sambil saling menoleh dengan tersenyum dan mengangkat kening. Bapak guwe gitu lho.
Itu bapakku ….
Bapakku, Seorang yang cukup saya rasakan sebagai tokoh yang saya butuhkan untuk diteladani. Hingga akhirnya saya rela meng’iya’kan sebagian besar apa yang dia mau terhadap saya. Termasuk kuliah. Dulu saya ogah kuliah. Malas mi berpikir. Mau istrahat saja. Ntar kalau ada yang lamar, saya nikah saja (batinku). He he he . Tapi berhubung bapakku yang minta, hem… saya tidak ber A’ I’ U’ E’ atau ‘O. saya langsung manut2 saja seperti manutnya rakyat zaman beheula terhadap raja-raja sambil bilang inggeh dan melakukan gerakan tunduk2 yang entah apa namanya itu. (kasihan yah orang2 dulu, tabahnya mi mereka pwa).
Oh yeah… back to the topic…. Tadi sedikit intermezzo…..
“Rusak mi Negara ini, Kepala Sekolah sudah tidak lagi sekolah yang dipikirkan tapi bagaimana dana yang ada masuk kantung kantung yang entah miliknya atau bukan.”
Saya sempat mendengar celotehan itu dari seseorang yang saya pikir untuk alasan tertentu saya tidak ingin menyebutkan nama beliau disini.
Sungguh mereka berpikir dengan tidak lurus. Maka sekolah adalah satu dari sekian banyak bagian Negara yang ada. Sedangkan di sekolah saja sudah seperti ini, maka bagaimana dengan bagian Negara yang lebih tinggi seandainya mereka punya pemikiran dan cara pandang yang sama dengan mereka ini; bos-bos kecil yang memegang topi mahkota sekolah. Saya yakin dan percaya, masih ada orang yang berpikir seperti sebagian kecil orang-orang yang saya ceritakan di awal paragraph tulisan ini.
Negara, Rakyat, telah memberi kita; PNS gaji. Bukan untuk tujuan lain, tetapi menjalankan tupoksi (tugas, pokok dan fungsi) masing-masing demi kemajuan bangsa. Sudah kah kita seperti itu? Sudahkah kita mencoba memandang dan merasakan bagaimana Negara dulunya diperjuangkan oleh nenek moyang kita? Bagaimana harapan mereka? Bagaimana pengorbanan mereka? Bukan untuk 1 orang, 1 keluarga, 1 suku atau 1 pulau. Tetapi untuk seluruh saudara-saudara di bumi Ibu Pertiwi.
Dua hal yang harus kita punya adalah ….
Penerapan agama yang baik dan lurus dan wawasan kebangsaan yang tertanam kokoh
LUV U INDONESIA
Mari Ke pokok persoalan langsung...he he
Beberapa orang tua sering kecewa tanpa harus bisa berbuat banyak terhadap Negara ini. Beberapa dari mereka adalah guru yang saya ketahui amat sangat menekuni tugas dan pengabdiannya sebagai guru dengan baik dan amat sangat memperhatikan kemajuan bangsa dan anak didik.
Dari satu sudut pandang …..
Sebagian kecil dari mereka menolak menjadi kepala sekolah. Kenapa tidak mau jadi kepala sekolah? Pertanyaan itu masih saya ingat dijawab bapakku dengan: kepala sekolah itu berat tanggung jawab nya. Membina guru-guru termasuk didalamnya. Saya tidak mau pusing dengan itu. Cukup saya jadi guru biasa saja. Supaya saya bisa ibadah dengan baik. Saya sudah tua. Tidak mau cape2 mengejar dunia ini.
Hem,,, itu bapakku. Sama seperti ketika menjelang remaja kami bertanya. “Opa,,, kenapa kita tidak bangun rumah kah (maksudnya rumah batu, red)?” Bapakku (sambil tersenyum): “rumah itu tidak di bawa di kubur nak. Rumah ini sudah mencukupi untuk ditinggali. Bla bla …. Sambil membacakan kami keterangan Qur’an atau Hadits……“. Kami anaknya hanya membenarkan dalam hati sambil saling menoleh dengan tersenyum dan mengangkat kening. Bapak guwe gitu lho.
Itu bapakku ….
Bapakku, Seorang yang cukup saya rasakan sebagai tokoh yang saya butuhkan untuk diteladani. Hingga akhirnya saya rela meng’iya’kan sebagian besar apa yang dia mau terhadap saya. Termasuk kuliah. Dulu saya ogah kuliah. Malas mi berpikir. Mau istrahat saja. Ntar kalau ada yang lamar, saya nikah saja (batinku). He he he . Tapi berhubung bapakku yang minta, hem… saya tidak ber A’ I’ U’ E’ atau ‘O. saya langsung manut2 saja seperti manutnya rakyat zaman beheula terhadap raja-raja sambil bilang inggeh dan melakukan gerakan tunduk2 yang entah apa namanya itu. (kasihan yah orang2 dulu, tabahnya mi mereka pwa).
Oh yeah… back to the topic…. Tadi sedikit intermezzo…..
“Rusak mi Negara ini, Kepala Sekolah sudah tidak lagi sekolah yang dipikirkan tapi bagaimana dana yang ada masuk kantung kantung yang entah miliknya atau bukan.”
Saya sempat mendengar celotehan itu dari seseorang yang saya pikir untuk alasan tertentu saya tidak ingin menyebutkan nama beliau disini.
Sungguh mereka berpikir dengan tidak lurus. Maka sekolah adalah satu dari sekian banyak bagian Negara yang ada. Sedangkan di sekolah saja sudah seperti ini, maka bagaimana dengan bagian Negara yang lebih tinggi seandainya mereka punya pemikiran dan cara pandang yang sama dengan mereka ini; bos-bos kecil yang memegang topi mahkota sekolah. Saya yakin dan percaya, masih ada orang yang berpikir seperti sebagian kecil orang-orang yang saya ceritakan di awal paragraph tulisan ini.
Negara, Rakyat, telah memberi kita; PNS gaji. Bukan untuk tujuan lain, tetapi menjalankan tupoksi (tugas, pokok dan fungsi) masing-masing demi kemajuan bangsa. Sudah kah kita seperti itu? Sudahkah kita mencoba memandang dan merasakan bagaimana Negara dulunya diperjuangkan oleh nenek moyang kita? Bagaimana harapan mereka? Bagaimana pengorbanan mereka? Bukan untuk 1 orang, 1 keluarga, 1 suku atau 1 pulau. Tetapi untuk seluruh saudara-saudara di bumi Ibu Pertiwi.
Dua hal yang harus kita punya adalah ….
Penerapan agama yang baik dan lurus dan wawasan kebangsaan yang tertanam kokoh
LUV U INDONESIA
0 Comments