Zaman Digital; Tantangan Anak Dekat dengan Al-Qur'an
20 Maret 2015. Melatih anak dekat dan cinta Al-Qur’an bukan
mustahil tapi tidak juga semudah kita membalikkan telapak tangan. Dan semisal
sudah hapal pun, menjaga agar anak tetap berdekatan dengan Qur’an adalah sebuah
tantangan yang tidaklah mudah dilewati.
Butuh sabar, telaten, terencana, bertarget, …. Saya ingin berbagi
kisah tentang Hafshoh. Anak pertama saya. Usianya 2 tahun 7 bulan. Menginjak usianya
yang hampir menyentuh tahun ke-3, dia menghapal Al-Zalzalah sekarang. Alhamdulillah.
Sejujurnya, saya tidaklah pernah terpikir bahwa anak seperti
Hafshoh bisa. Tidak, sampai saya menonton Musa usia 5 th 10 bulan dengan 29 juz,
seorang hafidz cilik dari Bangka. Ayahnya menceritakan bagaimana dia memulai
mengajarinya sejak usia yang sangat tidak terpikir dia akan hapal. Bahkan
memang sebelum lahir pun anak sudah dikenalkan Al-Qur’an; dengan cara ibunya
sering-sering membaca Al-Qur’an (ni sudah saya tahu sebelum saya menonton
hafidz cilik tersebut).
Hapal Al-Qur’an nya Imam besar dahulu bukanlah sebuah dongeng. Zaman
sekarang, dimana segalanya bisa diketahui hanya lewat pencetan jari, hafidz cilik
bisa tetap dibentuk.
Sewaktu melihat Musa, saya sempat berpikir, Hafshoh bisa gak ya?
Usia 1 tahun mendekati tahun ke 2, Hafshoh sempat kami talqin frasa
surat An-Naas. “Qul a’uudzu”. Tapi responnya negative. Ah, saya sempat
berpikir, mungkin hanya orang tertentu saja. Di tengah pasrahnya saya, kami;
orang tuanya tidak berhenti untuk tetap membacakan al fatihah ketika dia mau
tidur, bermain, dan waktu-waktu yang memungkinkan lainnya. Usia 2 tahun ketika
saya pulang kampung, di tengah jalan kembali ke Bombana, di mobil angkot,
Hafshoh mengantuk. Saya sempat kaget, karena pada saat matanya sayu, dia
membaca al fatihah dengan lancar.
Saya sempat berpikir kok bisa yah?
Abuha pun begitu, sewaktu mau tidur, dia membacakan abuha surat
pembuka Al-Qur’an tersebut.
Akhirnya…
Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan:
Pertama; Hafshoh tipe anak yang dibacakan berulang-ulang dan dengan
itu dia menerima dan mampu mengulangi.
Kedua, kalau metodenya tidak sesuai dengan gaya belajarnya,
hasilnya tidak akan maksimal (lihat metode pertama, talqin per frasa tidak
berhasil untuknya).
Ketiga, kalau Hafshoh bisa, masa anak lain tidak bisa? Coba lihat
anak sekeliling yang bisa menyanyikan lagu-lagu yang sering mereka dengar? Apalagi
Al-Qur’an?
Keempat, jangan patah semangat.
Kelima, anda boleh mencoba metode ini jika sesuai dengan gaya anak
anda. Bacakan surat target pada saat dia bermain, tidur, perdengarkan murottal
surat target ketika dia makan, dll. Kalau untuk Hafshoh, kalau dia lagi
semangat, biasanya 3 atau 4 hari sudah bisa dia hapal. Semakin hari, dia akan
semakin baik. InsyaAllah.
Jangan lupa, sering perlihatkan anak anda video anak penghapal Qur’an…
hindari music, lagu, dan film-film kartun yang tidak mendidik. Kalau bisa kotak
segiempat itu di skip saja acara kartunnya. (susah nya? Iya…). Satu keuntungan,
di kos saya tidak ada TV, jadi Hafshoh mana bisa melotot nonton kartun tiap
hari.
Hanya saja, sekarang yang jadi masalah, murojaahnya. Kadang dia
tidak mau murojaah. Mau lanjut-lanjut terus atau murjaah surat yang dia suka saja. Aduh, mana bisa…? I must find
another way. Ada yang punya saran? Apa cerita anda?
Diposkan tanggal 22 Maret 2015
0 Comments