Bismillah.

Laino, 26 Januari 2017

Tertanggal 23 Januari, Senin, kelas matrikulasi pada Institute Ibu Profesional (IIP) mulai materi perdana. IIP adalah sebuah program perkuliahan yang bisa dilakukan offline/online melalui whatsapp.

Program ini berisi edukasi bagi kami, kaum ibu. Tentu saja, program ini, tidak sekedar ingin memberi ilmu. Namun, pada hakekatnya, program ini, mendorong kita untuk mengaplikasikan ilmu yang kita peroleh.

Materi pertama, adalah materi tentang adab menuntut ilmu. Materi ini sederhana, namun, ternyata, memang, adab selalu simple nampaknya, namun, penerapannya, tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh banyak dorongan untuk bisa menjadikan ilmu bermanfaat. Tidak sekedar menampung ilmu, tapi juga membuatnya menjadi ilmu yang bermanfaat.

Baik, berikut, saya share, tugas NHW (Nice HomeWork) 1 saya pada pekan pertama. Mari simak ya …

Ilmu yang ingin saya tekuni dalam universitas kehidupan adalah bagaimana meningkatkan kualitas saya dalam mendidik anak sesuai Islam. Mendidik anak tanpa pedoman dan pola, bisa menghasilkan pertumbuhan yang tidak sistematis. Apatah lagi, saya seorang working mom yang bekerja sebagai seorang guru di madrasah, maka, bagi saya, penting untuk terus belajar tentang bagaimana mendidik anak yang baik dan berpola serta sesuai dengan Islam.

Agar, saya bisa mendidiknya dan berusaha berada pada posisi stabil dalam hal emosi dan waktu yang mungkin saja terbatas. Tetap bisa rasional dalam segala keadaan. Dan lebih memahami apa yang diinginkan dan dibutuhkannya sebagai manusia dan makhluk Allah.

Mendidik anak dengan pedoman yang baik dan mungkin sesuai fitrahnya sering pula saya dengar. mesti pada penerapannya, saya masih harus belajar banyak. Inilah yang mungkin harus pula saya miliki untuk saya terapkan kepada anak saya.

Dizaman yang serba digital seperti sekarang, mendidik anak, bila hanya sekedar memberinya ilmu pengetahuan berupa informasi, maka, si anak bukan tidak mungkin akan melenceng jauh dari Islam.

Saya sebagai Ibu juga harus mencoba membentuk kepribadian dan karakternya, agar dia memiliki filter yang baik dan pondasi yang kokoh dalam menghadapi zaman yang disebut orang ‘zaman edan’.

Apatah lagi, mendidik anak menjadi anak yang sholeh adalah tujuan saya dan suami. Karena, anak selain sebagai tanggung jawab yang akan kami pertanggungjawabkan dihadapan Allah, anak juga bisa menjadi penolong, jika kami bisa berhasil mendidiknya dengan baik.

Bukankah, anak yang sholeh yang mendoakan orang tuanya adalah amal jariyah?

Alasan terkuat yang saya miliki sehingga menekuni ilmu tersebut…
Berbicara soal alasan, maka sejatinya saya juga memiliki beberapa alasan yang mendorong saya untuk mempelajari dan menekuni mendidik anak dengan baik dan islami.

Anak adalah tanggungjawab kami orang tua, seperti diungkapkan dalam sebuah hadits bahwa setiap kamu adalah pemimpin, dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang kamu pimpin. (au kama qola shollallohu ‘aaihi wasallam)

Anak yang sholih akan menjadi amal jariyah orang tuanya. Yang bisa mendoakan kebaikan untuk orang tuanya.

Jika manusia telah meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali 3 perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang mendoakan kebaikan untuknya (HR. Muslim No. 4310)

Anak adalah investasi dunia akhirot. Mendidiknya dengan pola dan cara yang baik akan melahirkan dan mencetak anak yang hebat dalam hal dunia dan akhirotnya.

Kita diperintahkan untuk mendidik anak sesuai zamannya. Di zaman digital ini, kita harus lebih ekstra dalam mendidik anak. Karena, zaman melaju layaknya superjet.

Maka pola pendidikan anak harus sigap dengan kemajuan ini. Kita tidak bisa menerapkan, pola pendidikan seperti yang telah diterapkan orang tua kita terdahulu tanpa kombinasi dan upgrade ilmu. Karena zaman menggilas rohani.
Lingkungan yang semakin buruk. Dengan pendidikan yang baik saja, kita masih menemukan kesulitan yang luar biasa.

Maka bagaimana bila kita biasa saja dalam mendidik? Tanpa pola dan rambu-rambu? Tanpa pedoman dan ilmu yang mumpuni?

Ini yang saya alami dalam mendidik Hafshoh. Sewaktu dia hanya bermain dengan saya, tidak ada pengaruh dari luar. Saya tidak melihat hal yang aneh padanya. Tetapi begitu bermain dengan temannya. Subhanalloh, pengaruh itu meskipun sedikit, begitu kuat. hal inilah yang mendorong saya menemaninya pada saat bermain dengan temannya. Dan berusaha terus mengupgrade ilmu saya dalam hal mendidiknya.

Zaman tidak sama dengan tahun 80 an. Tahun 90 an. Tahun 2000 an. Zaman kecil dulu, anak dibiarkan bermain tanpa pengaruh yang sekuat sekarang ini.

Islam sudah memiliki cara terbaik untuk mendidik anak. Maka berpedoman kepada mereka pendahulu Islam dalah cara terbaik mendidik anak.

Strategi menuntut ilmu yang saya rencanakan dalam mencapai tujuan tersebut;

Berbicara soal strategi, maka saya berusaha melakukan beberapa hal seperti:

Membelikannya buku-buku siroh/kisah islam

Membacakan kisah-kisah Islam

Memutarkannya kajian-kajian Islam di rumah

Mengikuti berbagai seminar parenting

Mengikuti program matrikulasi ini dengan sungguh-sungguh

Selalu mendoakan kebaikan padanya

Menahan lisan dari berucap keburukan ketika marah dan berusaha megucapkan doa yang baik untuknya.

Berkaitan dengan adab menuntut ilmu, perubahan sikap yang ingin saya perbaiki dalam proses mencari ilmu yang menekankan mendidik anak dengan rambu-rambu yang baik dan dianjurkan Rosululloh adalah;

Mencoba belajar untuk mengaplikasikan ilmu yang saya peroleh meskipun sedikit. Hal ini sebenarnya terkesan berat buat saya. Karena sebagai seorang Ibu baru, saya mengetahui banyak hal tentang mendidik anak. Tetapi pada prakteknya, saya masih saja menemui kesulitan menerapkan ilmu tersebut. Hal itu terkadang dikarenakan letih, ada deadline, sehingga ilmu yang saya ketahui, kadang berkurang penerapannya ke anak ketika saya dalam kondisi tertentu. Hal ini yang akan terus saya perbaiki.

Saya juga berusaha bergabung dengan orang-orang dan ibu-ibu yang juga memiliki azzam yang kuat untuk mendidik anak, agar dorongan untuk berada pada kebaikan selalu tersulut.

Berusaha lebih ikhlas dalam mendidik anak. Menyerahkan hati pada si kecil yang mungkin ilmu tentang ikhlas ini juga sudah lama saya ketahui. Namun, penerapannya, kemungkinan masih kurang maksimal juga. Semoga dengan berada di grup matrikulasi ini, saya bisa lebih baik lagi dalam hal ikhlas ini.

Saya juga akan lebih sering lagi mencatat ilmu ini dalam buku. Atau mengumpulkannya kemudian memprint out. Agar lebih mudah saya pelajari.

Mencoba meluangkan waktu ditengah kesibukan untuk mengerjakan tugas NHW secara maksimal adalah salah satu cara untuk mengikat ilmu. Saya jadi ingat zaman dahulu. Bahwa, para ulama memiliki banyak tulisan dalam bentuk kitab. Hal inilah juga yang patut kita tiru. Kalau kita belum bisa buat orang lain, maka menulis buat diri saya sendiri dulu.

Berkaitan dengan sumber ilmu, dalam hal ini copy paste. Ini juga Alhamdulillah sudah saya terapkan sebagian. Pada bagian memposting tulisan dan berkata ‘saya copas dari …’ ini yang baru saja saya ketahui, bahwa, menshare tulisan tanpa sumber yang jelas, meskipun tulisan hanya “copas dari ..” lebih baik dihindari. Maka dengan ini, insyaalloh saya akan lebih berhati-hati. Mengingat pertanggungjawaban yang berat tentu saja.

Baik, mungkin itu saja jawaban yang bisa saya berikan, semoga bisa menambah semangat saya dalam mengikuti kelas matrikulasi ini.
Selesai. Jazakumullohu khoiron.
Wa Saripah

#OWOP
#rumbelmenulisIIP
#IIPSulawesi

0 Comments