Hanyalah Sebuah Opini Sederhana
13 April 2015. Saya menulis ini, sekedar ingin saja. Tanpa ada unsur
mengajak orang menjudge saya, dan sebagainya. Kejadian ini beberapa minggu
lalu. Saya lupa tepatnya ketika tanggal menebal dimana. Yang jelas, terjadinya
di ruang guru, di madrasah; MAN 1 Bombana. Menulis ini sekedar untuk mengasah
potensi merangkai kata. Seperti biasa. Ditengah datarnya tulisan, saya butuh
latihan terus untuk membuatnya sedikit bercorak.
Awalnya ketika, saya sibuk menyadur teori dari sebuah buku. Saya
duduk, tekun, dan seperti biasa, menulis yang ketemu tepat.
Teman guru yang lain tidak begitu saya perhatikan, dalam artian,
saya tidak begitu tau detail apa yang mereka kerjakan. Karena memang saya lagi
meng-cut teori. And I don’t care. Orang butuh senang juga toh? Saya hanya
sepintas tau kalau mereka tertawa, but, so what?
Jadi, ketika tiba-tiba terdengar ucapan yang berhasil menangkap
perhatian saya, saya sedikit terhenyak. Bu Sumi (sambil tertawa): hehe, bu
Saripah mungkin da bilang mi, cerewetnya teman-teman guru ini. (mungkin seperti
ini kata-kataya, saya lupa sudah. Tapi intinya, sepertinya bu Sumi kuatir saya
mengatakan sesuatu yang kurang baik dalam hati. Ini masih mungkin, atau bisa
saja, dia hanya ingin juga mengatakan itu)
Kemudian disambung Bu Nur Asia; “ah, da tidak peduli dia itu”.
(mungkin seperti ini ramuan kata-katanya)
Yeah, seperti benar apa yang dibilang Bu Nur Asia. Maksud saya, saya
memang tidak ingin menghakimi orang dengan kalimat seperti itu. Jadi, yah
memang I don’t care yang menurut saya, justru positif.
Jadi waktu itu, saya yang sebelumnya menunduk ke arah buku,
mengangkat kepala dan tersenyum ke arahnya sambil berucap ringan; “ah tidak
ji..”
Karena memang tidak ji. Yang saya tau, saat itu, mereka sedang sibuk
dengan … ah saya bahkan lupa apa yang
mereka sibukkan. Hehehe… Saya tidak begitu ingin menjudge orang. Ditambah
sekarang saya begitu ingin tekun menjudge diri saya yang terlalu lambat bak
siput berjalan dalam kemajuan menulis.
Jadi, terus terang, saya tidak mau mengatakan orang begini, begitu,
atau apalah.
Dan memang, yang saya ketahui, agama Islam menganjurkan kita untuk
tidak sibuk dengan menilai orang, mengoreksi orang. Koreksi diri akan lebih
baik.
Mulai sekarang…
Saya ingin sedikit berubah.
Saya benar-benar termotivasi menulis, demi melihat tulisan anak yang
baru lahir kemarin sore di berbagai blog. Dan anehnya lagi, mereka sudah
mencetak buku.
Hey…
Maksud saya, bukan saya ingin mencetak buku (tapi kalau terlaksana,
rasanya menyenangkan yah?
Hehehehe)
Maksudnya, kok anak yang baru lahir sudah bagus begini tulisannya?
(kelahirannya banyak yang 1990, 1996, hey… itu kan usia saya sudah SD).
Orang sudah ke bulan. Saya masih menginjakkan kaki disini. Dan ini
tentu saja membuat saya ghibtoh.
Saya yang sudah 30 tahun didunia, rasanya biasa-biasa saja. Padahal
kan, saya tau kalau saya bisa menulis. Kalau dulu ada pemetaan potensi di
sekolah. Bukan tidak mungkin, saya terpetakan menjadi penulis dibanding guru. Akhirnya…
Saya mulai sedikit mengasah dan mengadu karya. Saya mulai ingin mencoba
berkirim karya ke berbagai tempat. Paling gak… saya ingin tau, seberapa kuat,
kemampuan saya dalam kompetisi.
Dan bagi saya, ini bukan soal kalah dan menang. Tapi soal, seberapa
jauh kita terus berbuat positif.
Sebenarnya…
Ada sih yang sudah jadi. Sebuah opini. Tapi saya ragu mau kirim ke
Kendari Pos. Hem, gimana sih?
Hahaha…
Jadi, kembali ke ruang guru tadi, urusan teman-teman sedang
berjibaku dengan apa yang mereka sebut menyenangkan saat itu, tentu saja out of
my area.
Apa yang dilakukan orang lain, yah untuk kesenangannya juga. Seperti
saya sekarang. I’m happy with this. Don’t ever think I judge you on your
action. I try not to do that.
Saya tidak ingin menilai orang dan menghakimi yang mereka lakukan.
Itu saja.
0 Comments