NAMANYA FATMA RAHAYU
Eh nemu di kantung memori notbuk… Tulisan ini
saya susun setahun lalu.Hari H nya November 2011. Mari kita tengok ...
Lama tak menyapa dunia maya ini lewat
tulisan kasat kusut ku. Telah banyak draft tulisan yang ingin ku post, namun
gerakan modem yang kelajuan nya mirip siput yang sedang puasa berjalan
membuatku kehabisan waktu menunggu. Huff… akhirnya beberapa tak ter post kan.
Biarlah, toh tidak semua tulisanku harus berada di blog ini yang memberi tanda
bahwa saya masih aktif. Tanpa blog ini pun Allah tau segalanya (lho? Nyambung g
ini???)
Well, kisah ini berkaitan dengan perasaan
ku sebagai seorang guru dan anak didik ku yang saya merasa kalau hati dan pikirannya
sejalan dengan alur otakku. Dia cerdas.Namanya Fatma Rahayu.
Edisi lomba pidato bahasa Inggris tingkat
Kabupaten yang diadakan 7 hari ke depan. What? Dikiranya mudah bikin pidato
dalam waktu singkat? Dikiranya mudah melatih anak untuk bisa membawakannya
dalam waktu yang kurang dari seminggu? Ya Alloh…
it is not as simple as you think Pak.
Akhirnya saya memutuskan untuk memakai
naskah pidato yang pernah saya berikan kepada siswa saya Judulnya TELEVISION MANIFEST
ITS NEGATIVE EFFECT.
4 hari sebelum lomba, anak-anak berkerumun
dan datang menjumpaiku dengan wajah agak-agak galau. “bu Guru…. Tema lombanya
sudah ditentukan, katanya tentang pendidikan n harus berkaitan dengan islam”
Kalimat yang sempat membuat janin dalam
perutku sedikit mengatur napas. Aduh…..gimana nih, naskah yang kemarin sudah dihapalkan
siswa ku itu.
Ya sudah, saya ngecek info ke seorang guru
lain… meminta untuk di cek ke kantor kabupaten. Hem……
Alhasil hari sabtu saya mulai berkutat dan
berpikir bagaimana supaya pidato ini sedikit menyentuh pendidikan dan islam.
Cukup berat, seharian saya duduk di
sekolah dengan pandangan biasa, tetapi otakku sibuk menyambung2 kan kalimat
pidato dengan tema yang belum jelas itu.
Begitu tiba di rumah, untuk mengakali isi
pidato yang jauh di luar tema, saya sedikit berakting dan bermain kata sehingga
sedikit menyentuh tema.saya tidak ingin mengganti isi muatannya. Soalnya siswa
sudah hapal. Berabe masalahnya kalau saya ganti total. Jadi mempergunakan
keahlianku yang hampir terkubur. Berakting dan bermain kata serta menyambungkan
yang sebenarnya gak nyambung. He he he….
The result is … judul pidatonya menjadi:
Minimazing Watching TV in Educating Children.
Setelah hari senin saya membawa naskah editan
ke siswa saya, latihan sebentar dan memintanya untuk tidak memaksakan diri
menghapal. Saya ke kantor.
Begitu tiba di kantor, saya hampir nahan
napas. Guru yang dari kantor Kemenag Kabupaten menyodorkan saya tema-tema
pidato bahasa Inggris. And what a surprise, ternyata tema yang ada di list
masih belum menyentuh lini pidato yang saya buat revisinya.
Me (dalam hati): astaghfirullah…… bukan
hanya kasihan saya sih, siswa yang saya pikir, udah berapa kali revisi tuh
pidato…
Tiba di rumah, saya berpikir sejenak. Mengambil
napas, berusaha tetap tenang dan akhirnya mencoba mengedit beberapa kalimat
agar paling tidak menyentuh batas margin kertas tema yang disodorkan. (you know
what? Lomba lagi dua hari)
Judul pidato akhirnya fix dengan:
INCREASING CHILDREN DEVOTION TO ALLAH BY MINIMAZING WATCHING TV
Qiqiqiqi…… akhirnya menyentuh ujungnya
sedikit.
Esoknya… saya memanggil siswa yang saya
tahu semangadnya lebih tinggi dari gunung di depan sekolah yang kokoh itu dan
lebih luas dari sawah di belakang sekolah yang terhampar.
Ternyata dia sakit.seorang siswa
mengabarkan bahwa dia butuh istrahat.
Aduh….me/ jangan2 gara-gara hapalin teks
pidato.
Saya SMS n memberinya do’a.
Semoga saya masih punya waktu esok untuk
bertemu dengannya. 1 hari sebelum hari H.
Esoknya…
Dia masih terlihat lemas. Saya mendayu
dalam sikap memberinya beberapa kalimat doa kekuatan.
Akhirnya …
De…. Coba kita lihat… bisa ji kalau ibu
ganti teks nya beberapa kalimat seperti ini? (beberapa kalimat? hem…kata lain
dari banyak kalimat)
Dilihat dulu, kalau nda sanggup, biar kita
pake itu saja yg kemarin….
(dari wajahnya saya tahu kalau dia tahu
bahwa pidato yang sudah kusut kertasnya di tangannya karena dihapalkannya
mungkin tiap detik, masih belum menyentuh tema)
Dia :
Bu… biar yang baru ibu bikin, insyaAlloh bisa ji..
Me :
kalau gitu jangan dipaksa pale di … sebisata saja nah.
Dia :
ie bu..
Alhasil, saat itu, saya mulai melatihnya
lagi….huff…
Esok lomba, pidato baru hari ini fix….
Latihannya juga hanya sekali itu. Untung dia cerdas. Encer dan berani
tantangan.
Hampir setiap saat saya teringat anak itu.
Saya SMS memberi semangad dan mengingkatkan utk tidak memaksakan diri.
Begitu hari H. guru pendamping yang di
utus 2 orang, dan saya tidak mengikuti mereka.mungkin secara fisik tidak de…
tapi doa menyertai.
Saya tidak mengharap banyak. Wong
pidatonya benar2 edisi instant segalanya mulai dari bungkusnya, bumbunya,
bahkan mie nya.he he he…
Ternyata,
dia juara 1 n mewakili kabupaten ke
tingkat provinsi.
Edisi terharu lagi saya….. memikirkan
usaha yang sebenarnya benar2 melelahkan rasaku dan rasanya.
Hari sabtu, saya harus mengedit pidato
yang akan di bawanya ke propinsi. Malu toh, pidato yang sebenarnya margin nya
hampir melompat dari tema itu tidak saya baluti dengan cover yang indah untuk
menutupi kekurangannya.yeah meskipun don’t look the book from its cover. Tapi
ini namanya taktisi. He he he
Akhirnya, sore hari, saya melatihnya lagi
untuk yang terakhir kalinya sebelum esoknya dia harus ke Kendari. (apalagi saya
juga nda jadi pendampingnya, jadi harus saya efektifkan waktu yang ada walau
sedetik).
Sesekali saya menanyakannya kalimat yang
akan saya masukkan.kalau dia kiranya sanggup hapal dalam waktu singkat, saya
masukkan, kalau tidak terpaksa re build dengan kalimat lain yang enak buat dia.
Huff…. Hampir maghrib. Saya latih sebentar. Memberinya motivasi dan menyuruhnya
tidak memaksakan diri.
Me: ingat de, jangan paksakan, kalau toh
pada saat tampil ternyata kita belum hapal, nda pa-pa, pake hapalanta yang teks
pidato lama. Atau bawa saja teks nya pada saat lomba. Atau langkahi saja.
Jangan dibuat pusing nah.. Kita bukan butuh buat cari juara de… tapi kita butuh
mengatakan bahwa di sekolah kita (yang di tengah sawah ini,kalo hujan jalannya
becek n hampir disebut berlumpur red) ada juga saya yang bisa berpidato.
(kata-kata penguatan supaya dia semangad jaga kesehatan).
Setelah itu…….
Tak ada kabar. Saya sibuk dengan DDTK.
Jadi gak begitu sempat juga nanya-nanya secara intens tentang lomba.
Saya sempat mengira-ngira, juara 1, 2, 3
paling2 diraih Madrasah dari Kendari, Muna, buton… hem… apalagi juga ada
kolaka. Hem… dia masuk 5 besar sudah syukur.
Malam harinya hampir midnight. SMS masuk
ke HP.
Saya bacanya esok paginya.
… Fatma Juara 3 bu …
Me: aduh terharu, Alhamdulillah.
Begitu masuk sekolah, Fatma dan beberapa
temannya menghampiriku dan edisi curhat
Mereka: bu guru, waktu tehnikal meeting,
dari kabupaten lain semua guru2 yang tekhnikal meeting. Kalau dari kita,
kita-kita jie bu siswanya yang tehnikal meeting.
me: (berusaha tersenyum meski sebenarnya sedih)oh… he he he…
me: (berusaha tersenyum meski sebenarnya sedih)oh… he he he…
Fatma: bu, motivasiku kurang waktu tampil,
untung ada Bu Kasjum (seorang guru dari MtsN Kasipute) jadi masih sedikit ada motivasi
ta.
Me: lho ,….kenapa memangnya?
Dari sekolah lain, banyak gurunya bu… kita
tidak ada.bahkan dari Poleang Kepseknya ada juga. Padahal mereka hanya sedikit
siswanya yang lomba.
Me: oh… (aduh jujur saya hampir nangis mereka curhat
gini. Sedihnya, mereka di negeri orang sendiri).
Yeah maklum lah, hanya satu guru dari
sekolah. Jadi dia tidak mungkin membagi tubuhnya menjadi dua untuk bisa berada
di dua tempat lomba berbeda sekaligus secara terus-menerus.dia sudah berusaha
memberi yang terbaik buat kalian de. Dan sudah berusaha memperhatikan semuanya.
Me: nda pa2, prestasi yang kalian dapatkan
sudah bagus kok.
Dan edisi curhat2 mereka yang memang
menyentuh hati. Tiba-tiba siswa saya yang juara tiga itu terlihat seperti
sembab, saya sedikit kaget, hampir nangis sih…
Dia :
bu… ini buat ibu Guru.
Me :
Waduh… apa ini de… nda usah de.
Dia :Biar
mi bu … ini buat ibu.
Ulangnya dengan mata sembab n merah. Entah
karena mau nangis atau memang matanya lagi gitu. Tapi memang pagi itu
suasananya cukup haru buat saya pribadi.
Saat itu, saya menolak. Hampir saja air
mata ini jatuh. Haru lho. Ternyata kalau seorang anak memberi orang tua sesuatu
meski nilainya mungkin tak ada seujung emas, tapi ketika ikhlas dan mata sembab
itu berbicara, mampu menorehkan makna yang luar biasa dahsyat, bahkan saya
katakan melebihi nilai emas Bombana yang sebesar bongkahan es batu.
Aduh…… untuk mencoba menghalau rasa haru,
saya mengarahkan mereka supaya masuk ke kelasnya, karena bel tanda masuk telah
berbunyi.
Masih terselipkan di tanganya ke gurunya.
Ya Allah…. Siswaku ini…
Menurut saya:
Bukan ji harga. Apa yang hendak
diberikannya bukan sebuah harga. Tapi sebuah kasih sayang buat saya.
Teruntuk Semua Siswaku yang ku sayangi
Karena Allah.
1 Comments
terharu aku membacanya.
ReplyDeletesaya kebetulan ada di kendari waktu itu.
saya sempat ke sana (man kendari) dan membantu siswa yang lomba fisika.