Baju dan Sedikit
Kadang benar...
Ini mungkin opini. Tetapi saya suka. Para Shohabat semisal Ali bin Abi Tholib, juga sederhana. Sehingga pernah dikisahkan, dia ke pasar menjualnya pedang untuk beli sarung. Belum lagi yang pakaiannya hanya 2.
Eh, itukan zaman dulu keles!!!!???
Nilai kesederhanaan yang dicontohkan, seharusnya tidak luntur. Mereka lebih memilih akhirot.
Hehehe... kalau punya baju banyak, gak pa pa juga sih. Karena sederhana dan tidak ukurannya bukan dari orang lain. Tapi diri sendiri.
Baju saya, 1 merah set. 2 coklat set. 1 dongker set. 1 biru bendera inggris non set. 1 hitam set. Itu ji gamisku... tambah 2 set keki dan hijau hansip.
Rumahan, coklat susu 1 set. Batik 2. Kotak 1. Biru laut 1. Jilbab hitam 2.
Rok lipit 2. Baju batuk 1.Baju putih 2. Ini jarang saya pake.
Sedikitnya bajuku di. Pantas anakku da bilang. Umi kita miskin di?
Hehehe
Kita cukup nak. Bukan miskin.
Lagian, saya juga orang mager. Lebih suka di rumah. Suka malas kalau mau keluar. Soalnya harus lengkap dari kos kaki to head. Ke pasar? Sudah hampir 3 bulan, saya tidak injak pasar laino. Saya tidak bisa naik motor.
Hihihi... Malas? Bukan. Keluar juga sebenarnya, meski jarang. Tetapi, itu tadi masalahnya juga. Motor. Saya, belum bisa.
Mau dengan kisah bapak saya dan bajunya? Yang bagi saya makin memotivasi untuk tidak banyak-banyak baju.
Eh, bisa tidak ada yang beli gamis jualanta.
Hehehe...
Tidak apa, nanti sa beli sendiri. Bisa mi mungkin sa ganti gamis.
Wa Saripah
0 Comments