Sudut Pandang
Akhir tahun 2009
Mungkin, saya agak berbeda. Keluarga saya memang tidak membiasakan kami menspesialkan suatu pencapaian dengan suatu perayaan dan atau sejenisnya.
(Bagi yang kontra, jangan baper yah, it is ok. Kan kalau berbeda indah).
Sehingga, sebut saja lulus, naik kelas dengan peringkat, NEM tertinggi, dan lain-lain, semua berjalan seperti layaknya hari biasa.
Sampai akhirnya, saya wisuda...
Sebelum saya lanjut, mungkin saya sedikit berbeda, dengan yang lain. Tetapi, ini semua murni bukan untuk apa-apa. Saya hanya mau bilang, opini begini, ada lho...
Saya menghubungi orang tua. Bilang mau wisuda. Orang tua saya bertanya, kapan mereka datang.
Saya, mencegah. "Tidak usah oma... wisuda itu sebenarnya hanya semacam acara simbolisasi. Saya mungkin tidak pergi wisuda."
Setelah bla bla bla. Akhirnya fix. Saya tidak berencana, ikut wisuda.
Teman-teman, saya tau, sudah sibuk sejak malamnya. Saya hanya duduk di depan kos.
Pakaian wisuda, sudah saya siapkan. Tetapi, saya tidak begitu greget untuk ke acaranya. Entahlah. Nda biasa saja. Saya mikirnya, buat apa?
Eh, momen sekali seumur hidup lho...
Trus?
Hihihi
Sampai akhirnya, Inoy ngajak.
"Ayo mi Peh. Baju biasa saja. Pake toga ini, baju bemanapun tak nampak."
Saya malasssss banget.
Ih, itu ada kupon makan gratisnya. Nanti saya sama Lia yang dampingi.
Hihihi...
Malas Noy...
Ini sampe ditarik-tarik.
Setelah lama, akhirnya saya mau juga. Inoy memoles bedak tipis. Karena saya moh di make over.
Saya memakai gamis dan jilbab hitam. Pakaian biasa ji. Hihihi...
Sewaktu keluar kos, saya berjalan menuju kampus. Orang lain pada naik taksi. Ya iyalah, pake kebaya masa jalan Peh. Kamu saja yang jalan kaki. Kan gamisan saja. Baru sepatumu, engka sepatu sendal pi taklim. Hihihi
Belum semeter saya berjalan, tetangga kos tanya. Mau kemana?
Mau wisuda. Eh, maksudnya ke kampus. Hehehe
Eh, tidak ada orang tuanya kah?
Ah, tidak apa-apa. Wisuda ji ini.
Dia bengong.
Saya berlanjut.
Eh, mau jalan kah?
Iya. Jawabku mantap.
Hem, dekat ji ini auditorium, da tidak tau kah ada yang pernah jalan kaki ke Fak hukum andonuhu ini? Colek, ndut, niar pren, nana, andi, ...
Hehehe...
Sini sa antar. Awalnya saya gak enak merepotkan. Tetapi ahirnya saya iyakan juga.
________
Ini berlanjut sampai nikah.
Saya pikirnya kalau jilbab besar, udah sih, nikahnya saya mau jilbabnya besar. Pakai pakean biasa, yang bersih saja.
Tetapi,
Eh, biar nikah jilbab besar, tetap ji dirias. Kan dipisah ji akhwat ikhwan.
Begitukah?
Iye.
Saya mauku biasa saja.
Akhirnya, mereka pinjamkan lagi saya baju.
Saya merepotkan lagi. Hem...
Nah, kebetulan sekali, saya berjodoh dengan tipe sama.
Saya: eh, nanti kalau Hafshoh nikah, tidak usah mi make up make up di?
Suami: iya. Yang biasa saja. Sederhana.
Hihihi...
Inti nikah bukan pada pesta. Tetapi kemampuanmu menjalaninya.
Susut Pandangku toh...
Wa Saripah
0 Comments