Siang ini hendak tidur, tetapi kok rasanya punya utang itu berat. Iya. Saya ada utang menulis tema kelola keuangan.

Bagi saya, tema ini agak berat. Soalnya, sampai saat ini, pos-pos keuangan saya belum maksimal. Ini tulisan teman; Bunda Irawati Hamid yang harus saya cermati dan tulis juga
http://www.irawatihamid.com/2018/02/tentang-pengelolaan-keuangan-keluarga.html

Mengelola keuangan bagi saya adalah belajar menilai. Menilai mana kebutuhan dan mana yang statusnya hanya keinginan. Selanjutnya, uang itu, digunakan dijalur yang baik dan benar. Mantap. Hehehe ...

Tetapi itu benar lho... meski berat. Benar berat yah. Keinginan dan kebutuhan bedanya tipis benar. Jadi... yah. Disitulah beratnya Dilan.

Hal ini juga coba saya terapkan ke Hafshoh. Penuh perjuangan. Tetapi dia butuh ini. Tidak jajan kecuali saya yang belikan dan setujui. Menabung per hari Rp. 2.000,-. Tidak iri melihat temannya yang makan kue yang dia gak boleh. Yang terakhir alhamdulillah lulus.

Dia kalau duduk dengan temannya yang makan coklat, dia biasa saja. Kalau ditawari minuman dingin oleh orang; dia akan bilang; "Saya tidak boleh. Ada amandel." Atau "Saya tidak mau. Ada pengawetnya." Ini intermezo sedikit yah.

Baik, saya lanjut dengan sedikit pendeskripsian yah. Saya, Ibu yang bekerja di ranah publik sebagai guru. Suami, usaha fotokopi kecil-kecilan.

Usaha suami masih terbilang baru. Jadi, keuangan kami, kadang masih belum dijalur yang tertib. Sisi positifnya, alhamdulillah, dengan usaha ini, uang tidak pernah kosong dari kas.

Pengeluaran wajib yang tertulis dalam keluarga, belum ada versi catatan resminya. Kayaknya bulan depan jadi ingin buat deh.

Hanya saja, keluaran wajib semisal pemberian buat nenek, bahan makanan pokok harian, dikeluarkan dahulu, sebelum yang lain-lain. Jadi, begitu terima uang, itu sudah tersegel.

Bagaimana kami bisa survive sampai akhir bulan?

#Beli Hanya yang dibutuhkan

Terus terang, sebagai seorang wanita, mata saya berbeda dengan mata suami. Kalau suami ke pasar, yang saya minta beli bayam dan ikan, tiba di rumah, itu saja yang dibawanya.

Saya? Sayangnya saya berbeda. Niat beli ikan sayur, pulangnya beragam hal yang saya bawa. Penting sih, tetapi beberapa item, ternyata hanya sebagai pemuas mata.

Setelah observasi diri sendiri pada beberapa kejadian yang mirip dan beberapa ilmu yang didapat via media sosial dan belajar di Institute Ibu Profesional, akhirnya saya berkesimpulan untuk bertanya dulu pada hati. Butuh kah? Atau ingin saja?

Penangkal lain yang manjur adalah; suami yang ke pasar. Saya tunggu di rumah. Hehehe, lagian kalau saya yang ke pasar, dia juga repot. Antar saya. Terus tungguin saya lama banget, soalnya saya berdua Hafshoh jalannya mesti menerobos banyak orang. Ribet di dia, saya mah enjoy cuci mata lihat barang-barang pasar. Hihihi...

#Tidak Keluar Rumah

Ini agak lucu sih. Saya tidak bisa naik motor. Jadi, Saya keluar rumah hanya pas mengajar. Pulang sekolah langsung pulang. Ke kios suami, dengan berjalan kaki. Sehingga, kalau suami lagi di kios, dan saya sedang lowong di rumah, saya tidak bisa kemana-mana. Mau ke swalayan? Siapa yang antar? Hihihi... Mau ke pasar? Siapa yang bawa?

Alhasil, kekuranganku dalam hal tidak bisa mengendarai motor menjadi salah satu kelebihanku dalam hal meminimalisir anggaran.

Lho? Kalau ada hal urgent harus keluar? Mau tidak mau, suka tidak suka, suami harus tutup kios dan antar saya. Karena saya gak mau naik ojek. "Bukan mahrom." That is my only reason.

#Menahan diri dari Dunia Olshop.

Ini berat ya. Kalau dibutuhkan, memang saya harus beli. Tetapi kalau tidak... saya tahan diri.

Banyak gamis lewat, saya tergoda. Saya tahan. Gamis saya yang tidak sampai 10 pasang masih bisa gak?  Kurangkah? Kalau jawabannya tidak, maka saya respon dengan super di status facebook gamisnya. Kadang juga memuji, "karena cantik memang tawwa itu gamis."

Banyak baju anak lewat lagi, saya ingin. Tetapi lagi-lagi, saya pikir dulu. Hafshoh butuh kah? Bajunya masih cukup? Kalau jawabannya iya. Maka, saya senyumin saja sambil like statusnya. Insyaalloh nanti ya. Begitu saya membatin.

Ada buku anak lewat. Nah, ini target prioritas. Buku anak harus selalu ada yang baru dalam setiap 6 bulan. Karena kita selalu butuh buku.

#Hidup Sederhana

Saya mungkin masih belum sesederhana Abu Ubaidah bin Jarrah. Salah seorang shahabat Rosululloh yang dijamin masuk surga. Ketika Umar Bin Khottob menjadi kholifah, beliau pernah berkata kepada Abu Ubaidah. "Mana isi rumahmu?" Ucapnya sambil menangis ketika melihat rumah Abu Ubaidah hanya terisi pedang dan baju perang.

Abu Ubaidah menjawab; "Ini sudah cukup bagiku."
(Dari buku Serial Shahabat Dijamin Masuk Surga *Abu Ubaidah Bin Jarrah*)

Membaca kisah serupa itu, membuat saya lebih bersemangat dengan penghasilan pas-pasan sebulan. Istilahnya, dicukup-cukupkan. Kalau ada lebih? Alhamdulillah. Bisa buat tambah modal usaha suami.

#Investasi Akhirot

Pos keuangan untuk investasi akhirot adalah wajib buat kami. Insyaalloh yang lain juga punya versi yang beragam. Investasi jenis ini, bisa berupa berbagi pada keluarga yang butuh, untuk kajian jika ustadz datang dan butuh transport (biasanya, ini patungan dengan yang lain tanpa ada paksaan), dan jenis lain.

PR besar saya adalah mengaplikasikan pembagian uang secara lebih tertulis dan terperinci. Bisa tidak ya? Semoga.

8 Comments

  1. Mengatur keuangan itu memang berat yaa say, saya kadang suka lupa diri juga apalagi kalo ada tas2 lucu yang didiskon, biasanya susah untuk nahan supaya tidak beli

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayooo Kak, ada tas model baru looohh *jiwa penjualnya keluar melihat peluang.
      Plaaakk, kemudian disabit yg empunya lapak, hihihih *peace.

      Idem say, saya pun jg berusaha seperti itu, tahan diri mana yg ingin mana yg memang dubutuhkan. Tp masih juga sering los, huuft. Sok2 memberi reward utk diri begitu padahal bikin penuh2 lemari, naah klo sdh numpuk seringnya malah jd sayang utk dipindahtangankan, huhuh. Krna masih suka, punya nilai sejarah tersendiri belinya, endesbreii endebreiii.. Hiyaaaa

      Delete
  2. Memang harus ada "belajar dari pengalaman" kalau masalah uang, jadinya semakin mahir. Sedikit banyaknya pemasukan ndak menjamin hasil akhir, pengelolaannya yang berpengaruh.

    Semangat!!

    ReplyDelete
  3. Keren say. Saya kalau ke pasar sama seperti suamimu say. Apa yg sy niat mo beli dr rumah, tiba di pasar yaa beli itu saja. Setelah yg dicari sudah dibeli saya langsung pulang.

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. Kereennn, sy harus banyak2 berguru kayaknya ini, susah skli tahan godaan barang online kaks ��

    ReplyDelete