07 April 2015. Terkadang administrasi memaksa kita untuk berbohong. Kadang berat untuk dilakukan. Tapi, kalau tidak dilakukan juga bisa berefek luar biasa pada perjalanan hidup. Bisa menjadikan sesuatu tidak legal dan tidak berterima. Jadi, ini bukan soal ‘mau’ atau ‘tidak mau’. Tapi soal ‘harus’ atau ‘wajib’.
Sewaktu menikah di tahun 2012, saya dan suami menggunakan KTP Kota Kendari. Untuk persalinan kami pulang kampung, karena rencana melahirkan bersama kedua orang tua mungkin akan sedikit lebih mudah dan terbantu dalam segala hal untuk new mom seperti saya.
Jadi otomatis, surat keterangan lahirnya Hafshoh di buatnya di Raha. Saya kan lahiran di RSUD Kab. Muna di Raha.
Tapi siapa sangka, bikin akta Hafshoh akan membuat kami pulang balik bermohon di kantor capil Raha, tapi selalu pulang dengan tangan kosong. Alasannya? Katanya KTP ortu harus sama. Sama-sama KTP Raha… trus bagaimana? Apa harus bikin KTP Raha lagi? Padahal kan dalam peraturannya, dilarang memiliki 2 KTP. Ini kalau mau diikutkan, bisa-bisa kami bikin 2 KTP atau tidak usah saja bikin akta.
Tapi…
Masa iya anak saya tidak ber’akta’? sekarang ini akta sangat penting. Bahkan mau sekolah saja, ada juga diminta akta.
 Diposkan 23 April 2015

0 Comments