Sewaktu Kecil

Oleh: Wa Saripah

Sewaktu kecil, deretan by pass sekarang adalah pantai. Meski bukan pasir putih. Tetapi, saya seronok kesana. Sekedar mencari kepiting atau mengejar ombak.

Sewaktu kecil, banyak perahu nelayan disini. Tetapi kini, tak lagi saya nampak. Mungkin mereka berpindah ke tempat lain.

Sewaktu kecil, pantai tanpa pasir putih adalah rekreasi kami yang gratis. Sekedar mencari bekel, dan kerang-kerang untuk mainan. Meski pencarian bekel merah bibir, tidak sampai saya temukan. Mungkin karena posisi saya yang kurang tepat.

Sewaktu kecil, kami berjalan kaki. Ke pantai. Ke sekolah, ke pasar. Untuk yang dua terakhir, kadang-kadang saja. Mengertilah, motor pun kami tak punya. Jarak ke pasar terasa dekat. Di perjalanan, saya juga merasa adem. Jalan kompas (istilah kami untuk jalanan melalui jalur pendek, lewat rumah, hutan, bahkan kali...) lebih saya pilih ketimbang naik angkot.

Sewaktu kecil... kali disamping rumah jernih. Meski, saya yakin tak bersih. Kami masing bisa bermain pancing. Mencari batu, atau sekedar melewatinya sepulang sekolah dengan melompat. Karena kami tak boleh terkena airnya yang tak higienis. Sekarang kali itu keruh. Dan saya sedih.

Sewaktu kecil, banjir memberi sedikit anugrah. Bapak masih bisa berpegangan pada,akar pohon di pinggir kali, demi mengambil barang yang bisa dimanfaatkan. Kayu jati yang terbawa banjir. Loyang hanyut. Ember hanyut. Dan itu diikuti oleh hampir seluruh bapak yang bertempat di samping kali. Kami para anak memberi semangat.

Sementara mamaku, di rumah memotong daging dengan duduk di atas meja. Rumah tanah kami sudah terendam. Dan kami bahagia. Bermain air gratis.

Ah... Sudahlah. Saya cuma mau bilang. Sepertinya bumi butuh kita jaga airnya.

0 Comments